SEKILAS SEJARAH BERDIRINYA MASJID AL-AMIN MA'SUM TAMBAKWATU part 1

 السلام عليكم ورحمة الله وبركه
part-1
pada awal mula tahun 1968 ada seorang musafir yang selalu berkelana seorang diri, untuk selalu berproses, belajar mencari jati diri, untuk selalu mendalami berbagai ilmu pengetahuan, kususnya ilmu agama islam. Dengan berbekal ilmu agama, yang beliau dapat di masa penggemblengan diri di sebuah pondok pesantren Gedong Sari daerah prambon nganjuk, yang sampai saat ini masih 
Kerangka Serambi
exis kepada para ulama', para masyahih juga guru2 beliau lainya, akirnya tumbuhlah rasa kepeduliaan, belas kasihan juga kasih sanyang beliau kepada para masyarakat di kala itu. Dimana telah kita ketahui keadaan juga kondisi masyarakat di zaman itu begitu memprihatinkan, di dalam hukum-hukum ke agamaan Islam kususnya, di karenakan masa itu masyarakat begitu kental dengan keyakinan, kepercayaan, kapitalis, zionis, komunis dan banyak pula ke musrikan lainya.
Alhamdulillah atas kehendak ALLAH AZA WAJALLA musafir tersebut ahirnya menikah dengan seorang putri yang merupakan, putri dari pada tokah masyarakat di dusun tersebut yang sangat disegani, putri tersebut bernama Siti Saudah binti Rono Saridi, ibu beliau bernama ibu Sukinem yang semua orang di dusun tersebut begitu mengenalnya dengan kebaikannya. Setelah di adakan musyawarah (rembukan patetan dino) antara kedua keluarga, walhasil memutuskan untuk menikahkan mereka berdua, yakni putri Saudah dengan musafir tersebut yang tak lain adalah seorang pemuda yang bernama Syaifuddin.

Mereka berdua melangsungkan akad nikah di bulan maret tahun 1969 dan menetap di dusun tersebut walaupun masih menumpang di rumah mertua, berawal dari situlah beliau sang musafir mulai merintis perjuangnya jihat fii sabilillah, kebetulan sang mertua juga mempunyai langgar ( musola ) walau kecil, disitulah yang beliau jadikan pusat perjuangan pengenalan, pembelajaran agama islam, di awal perintisanya beliau mengajar sekitar 10 santri, dengan sabar dan telaten beliau mengajari mereka semua dengan ihlas, Perjalanan beliau mendidik para santri kurang lebih selama 5 tahun berjalan, karena terbenturnya kondisi dan keadaan, dimana keluarga beliau sudah bertambah, pada saat itu beliau sudah di karunia buah hati mereka 3 orang anak yang mana saat itu rumah tinggal, masih bersama orang tua alias jik amor moro tua )
Yang ahirnya memutuskan untuk hijrah ketanah seberang ( Sumatra ) mereka pun berangkat bertiga dengan putri yang masih kecil, sedangkang yang pertama dan kedua ditinggal di Jawa ikut kakek dan nenek ( dititipne moro tuane )

Komentar

Posting Komentar